Jumat, 09 Oktober 2009

Standar kriteria ketuntasan-KKM

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan telah bergulir dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana-prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Tindak lanjut dari SNP adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) :
 No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI);
 No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL);
 No. 24 tahun 2006 dan No. 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan SI dan SKL;
 No. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;
 No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah;
 No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;
 No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan;
 No. 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan;
 No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian;
 No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana; dan
 No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa kurikulum pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Pemerintah tidak lagi menetapkan kurikulum secara nasional seperti pada periode sebelumnya. Satuan pendidikan harus mengembangkan sendiri kurikulum sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan serta potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungannya.
Berbagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan Standar Nasional Pendidikan merupakan acuan dan pedoman dalam mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi keterlaksanaannya, dan menindaklanjuti hasil evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa salah satu tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan SMA adalah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar, kriteria, dan pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum.
Selanjutnya, dalam Permendiknas Nomor 25 tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran – Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas antara lain melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan kurikulum.
Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan berdasarkan standar nasional memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji berdasarkan analisis yang cermat dan teliti. Analisis dilakukan terhadap tuntutan kompetensi yang tertuang dalam rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar; Analisis mengenai kebutuhan dan potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungan; Analisis peluang dan tantangan dalam memajukan pendidikan pada masa yang akan datang dengan dinamika dan kompleksitas yang semakin tinggi.
Penjabaran Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai bagian dari pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilakukan melalui pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus merupakan penjabaran umum dengan mengembangkan SK-KD menjadi indikator, kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran, dan penilaian. Penjabaran lebih lanjut dari silabus dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.
Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian dari langkah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi yang menggunakan acuan kriteria dalam penilaian, mengharuskan pendidik dan satuan pendidikan menetapkan kriteria minimal yang menjadi tolok ukur pencapaian kompetensi. Oleh karena itu, diperlukan panduan yang dapat memberikan informasi tentang penetapan kriteria ketuntasan minimal yang dilakukan di satuan pendidikan.

B. Tujuan

Penyusunan panduan ini bertujuan untuk:
1. Memberikan pemahaman lebih luas cara menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran di satuan pendidikan, serta melakukan analisis terhadap hasil belajar yang dicapai;
2. Mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui penetapan KKM yang optimal sehingga meningkat secara bertahap;
3. Mendorong pendidik dan satuan pendidikan melakukan analisis secara teliti dan cermat dalam menetapkan KKM serta menindaklanjutinya.


C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mencakup pengertian dan fungsi KKM, mekanisme penetapan KKM, dan analisis KKM.


BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN DAN FUNGSI
KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL (KKM)


A. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal

Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal.
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.
Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik.

B. Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal

Fungsi kriteria ketuntasan minimal:
1. sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan;
2. sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;
3. dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan sarana-prasarana belajar di sekolah;
4. merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di sekolah;
5. merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat.


C. Prinsip Penetapan KKM

Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai berikut:

1. Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif dapat dilakukan melalui professional judgement oleh pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan;
2. Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi
3. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan rata-rata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;
4. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;
5. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor) peserta didik;
6. Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidik untuk membuat soal-soal ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun tugas-tugas harus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang diujikan. Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara;
7. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan minimal.

D. Langkah-Langkah Penetapan KKM

Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran. Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut:
1. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik dengan skema sebagai berikut:






Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata pelajaran 2. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian
3. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan
4. KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada orang tua/wali peserta didik.




E. Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kriteria ketuntasan minimal adalah:
1. Tingkat kompleksitas, kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi dasar, dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik.
Suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi, apabila dalam pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah kondisi sebagai berikut:

a. guru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan pada peserta didik
b. guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang bervariasi
c. guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang diajarkan
d. peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi
e. peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep
f. peserta didik yang cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian tugas/pekerjaan
g. waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam proses pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan
h. tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta didik dapat mencapai ketuntasan belajar.






Contoh 1.
KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL
AL-QUR’AN HADITs
Kelas : VII Semester : Ganjil
Madrasah Tsanawiyah Angin Ribut Kota Cirebon

STANDAR ISI KRITERIA K K M
KOMPETENSI DASAR INDIKATOR K IS SP
1.1 Menjelaskan makharijul huruf, alif lam syamsiyah dan qamariyah, nun sukun dan tanwin.














1.2 Membedakan hukum bacaan nun sukun dan tanwin.




1.3 Mendemonstrasikan hukum bacaan nun sukun dan tanwin dalam bacaan Al-Qur’an. 1.1.1 Menjelaskan pengertian makharijul huruf menurut bahasa dan istilah.
1.1.2 Melafalkan huruf hijaiyah sesuai makhraj dengan fasih.
1.1.3 Menerapkan makharijul huruf dalam bacaan Al-Qur’an.
1.1.4 Menyebutkan macam-macam kelompok huruf yang diawali Alif lam.
1.1.5 Mencontohkan alif lam syamsiyah dan qamariyah dalam kalimat.
1.1.6 Menunjukkan bacaan alif lam syamsiyah dan qamariyah dalam Al-Qur’an.
1.2.1 Menjelaskan pengertian idhar, idgham,ikhfa dan iqlab menurut bahasa dan istilah.
1.2.2 Menyebutkan kelompok huruf dari masing-masing hukum bacaan.
1.3.1 Menggunakan hukum bacaan nun sukun dan tanwiin dalam bacaan Al-Qur’an.
1.3.2 Membiasakan melafalkan ayat Al-Qur’an dengan hukm bacaan dalam sholat.
65


75

80

65

65


65

65


75


80


80 70


70

70

75

75


75

70


70


70


70 70


65

70

70

75


75

70


70


70


70 68,33


70

73,33

70

71,67


71,67

68,33


71,67


73,33


73,33
KKM KD Rata-rata KKM tiap Indikator 71,17


Berdasarkan rata-rata KKM diatas, ditetapkan untuk KKM Mata Pelajaran Al-Quran Hadits Tahun Pelajaran 2008/2009 pada buku Raport = 71


K = Kompleksitas (Tingkat kesulitan materi)
I = Intaks (Rata-rata minimal ketuntasan Semester sebelumnya)
SP = Daya Dukung (Prediksi nilai ketentuan yang diharapkan setelah materi diberikan dengan bukunya, sarana pra sarana pembelajaran yang tersedia.


Mengetahui,
Kepala Madrasah




NIP. Cirebon, Juli 2008
Guru Al-Qur’an Hadits




NIP.

F. Analisis Kriteria Ketuntasan Minimal

Pencapaian kriteria ketuntasan minimal perlu dianalisis untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan hasil yang diperoleh. Tindak lanjut diperlukan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian. Hasil analisis juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan penetapan KKM pada semester atau tahun pembelajaran-berikutnya.
Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian KKM yang telah ditetapkan. Setelah selesai melaksanakan penilaian setiap KD harus dilakukan analisis pencapaian KKM. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan analisis rata-rata hasil pencapaian peserta didik kelas X, XI, atau XII terhadap KKM yang telah ditetapkan pada setiap mata pelajaran. Melalui analisis ini akan diperoleh data antara lain:

1. KD yang dapat dicapai oleh 75% - 100% dari jumlah peserta didik pada kelas X, XI, atau XII;
2. KD yang dapat dicapai oleh 50% - 74% dari jumlah peserta didik pada kelas X, XI, atau XII;
3. KD yang dapat dicapai oleh ≤ 49% dari jumlah siswa peserta didik kelas X, XI, atau XII.
Manfaat hasil analisis adalah sebagai dasar untuk meningkatkan kriteria ketuntasan minimal pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data perolehan nilai setiap peserta didik per mata pelajaran.


DAFTAR PUSTAKA



Mardapi, Dj. dan Ghofur, A, (2004). Pedoman Umum Pengembangan Penilaian; Kurikulum Berbasis Kompetensi SMA. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 14 tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Fokus Media.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Jakarta, 2006.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, Jakarta, 2006.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Fokus Media.

Jumat, 02 Oktober 2009

pendidik dan tenaga kependidikan

BAB I

PENDAHULUAN

Telah banyak laporan baik yang disampaikan oleh lembaga dalam negeri maupun luar negeri, yang menyatakan bahwa kualitas pendidikan kita rendah, bahkan sangat rendah. Laporan tersebut jelas, sangat memprihatinkan kita semua, terutama kita yang bergelut dalam dunia pendidikan. Laporan itu juga menunjukkan kepada kita akan kegagalan proses pendidikan yang kita laksanakan selama ini. Pertanyaannya adalah apa yang salah dalam sistem pendidikan kita? Lebih khusus adalah apa yang salah dalam pembelajaran di kelas? Jawaban atas pertanyaan ini patut kita temukan melalui suatu analisis yang mendalam dan komprehensif; tanpa harus saling menyalahkan dan merasa pihaknya yang paling benar dan telah melaksanakan tugas dengan baik.

Analisis terhadap sistem pendidikan dengan menggunakan pendekatan sistem adalah salah satu cara yang mungkin kita lakukan untuk menemukan kelemahan yang terjadi dalam sistem pendidikan kita. Apabila kita amati pendidikan sebagai suatu sistem, maka pada dasarnya pendidikan itu terdiri dari banyak komponen yang saling terkait, saling bergantung, dan saling mempengaruhi, sehingga apabila ada salah satu komponen yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka proses kerja sistem secara keseluruhan akan terganggu. Artinya adalah apabila hasil dari pendidikan kita tidak seperti yang kita harapkan, terpuruk, dan berkualitas rendah, maka berarti ada diantara komponen pendidikan kita yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Komponen-komponen yang yang dimaksud diantaranya adalah pendidik (guru) dan tenaga kependidikan, siswa, orang tua, masyarakat, sarana dan prasarana, materi (kurikulum), sistem evaluasi, dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Idealnya setiap komponen tersebut dianalisis dan dievaluasi, seberapa jauh masing-masing komponen tersebut telah berfungsi sesuai tugas dan fungsinya. Salah satu komponen yang patut kita telusuri akan kekuatan dan kelemahannya adalah komponen pendidik dan tenaga kependidikan. Penulis tertarik membicarakan komponen ini, karena pendidik dan tenaga kependidikan merupakan komponen yang paling vital dan strategis dalam menentukan keberhasilan proses dan hasil pendidikan; Pendidik dan tenaga kependidikan menentukan kualitas proses pembelajaran serta hasil belajar yang dialami oleh siswa. Sebagus dan selengkap apapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu lembaga pendidikan, kalau tenaga pendidik dan kependidikannya tidak kompeten maka sarana dan prasarana itu pun tidak akan banyak membantu para siswa dalam melaksanakan proses belajarnya; sebagus apapun konsep dan isi kurikulum yang dikembangkan oleh pemerintah, namun apabila tenaga pendidik dan kependidikannya tidak mampu mengimplementasikannya dengan baik, maka kurikulum itupun tidak akan berdampak apa-apa pada siswa; pengalaman belajar yang diharapkan dimiliki siswa pun akan menjadi sangat lemah. Intinya adalah untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan hendaknya berangkat dari perbaikan dan peningkatan kualitas dan kompetensi para pendidik dan tenaga kependidikan agar mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, yaitu melaksanakan proses pembelajaran yang kondusif dan efektif.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Peran dan Tugas Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pendidik dan tenaga kependidikan adalah dua “profesi” yang sangat berkaitan erat dengan dunia pendidikan, sekalipun lingkup keduanya berbeda. Hal ini dapat dilihat dari pengertian keduanya yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sementara Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.

Dari definisi di atas jelas bahwa tenaga kependidikan memiliki lingkup “profesi” yang lebih luas, yang juga mencakup di dalamnya tenaga pendidik. Pustakawan, staf administrasi, staf pusat sumber belajar. Kepala sekolah adalah diantara kelompok “profesi” yang masuk dalam kategori sebagai tenaga kependidikan. Sementara mereka yang disebut pendidik adalah orang-orang yang dalam melaksanakan tugasnya akan berhadapan dan berinteraksi langsung dengan para peserta didiknya dalam suatu proses yang sistematis, terencana, dan bertujuan. Penggunaan istilah dalam kelompok pendidik tentu disesuaikan dengan lingkup lingkungan tempat tugasnya masing-masing. Guru dan dosen, misalnya, adalah sebutan tenaga pendidik yang bekerja di sekolah dan perguruan tinggi.

2. Hubungan antara Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Tampak sekalipun pendidik (guru) yang akan berhadapan langsung dengan para peserta didik, namun ia tetap memerlukan dukungan dari para tenaga kependidikan lainnya, sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Karena pendidik akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya apabila berada dalam konteks yang hampa, tidak ada aturan yang jelas, tidak didukung sarana prasarana yang memadai, tidak dilengkapi dengan pelayanan dan sarana perpustakaan serta sumber belajar lain yang mendukung. Karena itulah pendidik dan tenaga kependidikan memiliki peran dan posisi yang sama penting dalam konteks penyelenggaraan pendidikan (pembelajaran). Karena itu pula, pada dasarnya baik pendidik maupun tenaga kependidikan memiliki peran dan tugas yang sama yaitu melaksanakan berbagai aktivitas yang berujung pada terciptanya kemudahan dan keberhasilan siswa dalam belajar.

Hal ini telah dipertegas dalam Pasal 39 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang menyatakan bahwa (1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, dan (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Mencermati tugas yang digariskan oleh Undang-undang di atas khususnya untuk pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan sekolah, jelas bahwa ujung dari pelaksaan tugas adalah terjadinya suatu proses pembelajaran yang berhasil. Segala aktifitas yang dilakukan oleh para pendidik dan tenaga kependidikan harus mengarah pada keberhasilan pembelajaran yang dialami oleh para peserta didiknya. Berbagai bentuk pelayanan administrasi yang dilakukan oleh para administratur dilaksanakan dalam rangka menunjang kelancaran proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru; proses pengelolaan dan pengembangan serta pelayanan-pelayanan teknis lainnya yang dilakukan oleh para manajer sekolah juga harus mendorong terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas dan efektif. Lebih lagi para pendidik (guru), mereka harus mampu merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan melibatkan berbagai komponen yang akan terlibat dalamnya. Sungguh suatu tugas yang sangat berat.

Ruang lingkup tugas yang luas menuntut para pendidik dan tenaga kependidikan untuk mampu melaksanakan aktifitasnya secara sistematis dan sistemik. Karena itu tidak heran kalau ada tuntutan akan kompetensi yang jelas dan tegas yang dipersyaratkan bagi para pendidik, semata-mata agar mereka mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh para pendidik jelas telah dirumuskan dalam pasal 24 ayat (1), (4), dan (5) PP No. 19 tahun 2005 tentang Standard Nasional Pendidikan. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa pendidik harus memiliki kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Adalah, PP No. 19 tahun 2005, pasal 28 (1) menggarisbawahi bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.

Kemudian guru sebagai agen pembelajaran, disebut dalam pasal 28 (3) bahwa guru sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi :

a. Kompetensi pedagogik

b. Kompetensi kepribadian

c. Kompetensi profesional

d. Kompetensi sosial

Syarat menjadi guru harus sehat jasmani dan rohani menunjukkan bahwa tugas guru adalah tugas yang berat lahir dan batin, guru tidak mungkin dapat melakukan pembelajaran kalau selalu dalam keadaan sakit jasmani, atau guru memiliki penyakit yang menular yang akan menyakiti siswa-siswanya, kesehatan jasmani akan menompang keberhasilan guru mengajar di kelas. Guru di tuntut prima, cekatan dan berwibawa dalam memberi pembelajaran. Disamping itu tidak dibenarkan menjadi guru, bagi orang yang tidak sehat secara rohani.

Dr.E. Mulyasa, bahwa standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Secara garis besar standar pendidikan dan tenaga kependidikan tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.

1) Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, serta sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

2) Kualifikasi akademik adalah tingakat kependidikan minimal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan izasah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

3) Kompetensi sebagai agen pembelajaran padA jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi

a. Kompetensi pedagogik

b. Kompetensi kepribadian

c. Kompetensi profesional

d. Kompetensi sosial

Disamping itu dan yang paling penting mereka juga harus memiliki kompetensi moral dan kompetensi spiritual secara proporsional.

4) Seseorang yang tidak memiliki izasah atau sertifikat, tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.

5) Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan peraturan mentri

6) Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki

a. Kulifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana S-1

b. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini kependidikan lain atau psikologi

c. Sertifikat profesi guru untuk PAUD

7) Pendidik pada MI/SD atau bentuk lain yang sederajat memiliki

a. Kulifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana S-1

b. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan MI/SD kependidikan lain atau psikologi

c. Sertifikat profesi guru untuk MI/SD

8) Pendidik pada MTS/SMP atau bentuk lain yang sederajat memiliki

a. Kulifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana S-1

b. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan kependidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan

c. Sertifikat profesi guru untuk MTS/SMP

9) Pendidik pada SMA/MA atau bentuk lain yang sederajat memiliki

a. Kulifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana S-1

b. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan kependidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan

c. Sertifikat profesi guru untuk SMA/MA

10) Pendidik pada SDLB, SMPLB dan SMPLB atau bentuk lain yang sederajat memiliki

a. Kulifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana S-1

b. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan kependidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan

c. Sertifikat profesi guru untuk SDLB, SMPLB dan SMPLB

11) Pendidik pada SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat memiliki

a. Kulifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana S-1

b. Latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan kependidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan

c. Sertifikat profesi guru untuk SMK/MAK

12) Pendidik pada pendidikan tinggi memiliki kualifikasi pendidikan minimum

a. Kulifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana S-1, untuk program diploma

b. Lulusan program magister S-2 atau S-1

c. Lulusan program doktor S-3 untuk program magister S-2 dan program doktor S-3.

Sedangkan kriteria tentang tenaga kependidikan anatara lain dikemukakan bahwa untuk kepala sekolah harus memiliki kriteria sesuai dengan jenjang pendidikan masing-masing tempat ia bertugas. Kriteria tersebut dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan oleh mentri; a. Bersetatus sebagai guru, b. Memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai dengan ketentuan perundangn-undangan yang berlaku, c. Memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun, d. Memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan. Disamping itu dikemukakan pula kriteria pengawas dan kriteria penilik yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan peraturan mentri.

BAB III

KESIMPULAN

  1. Salah satu tugas pendidik (guru) adalah membuat disan dan melaksanakan proses pembelajaran serta melaksanakan penilaian hasil belajar.
  2. Kompetensi sebagai agen pembelajaran padA jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi
    1. Kompetensi pedagogik
    2. Kompetensi kepribadian
    3. Kompetensi profesional
    4. Kompetensi sosial

3. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional

E. Mulyasa Mpd. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung : Rosda Karya 2006

H. Martinis Yamin,Drs,MPd. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. Jakarta: Persada Press, 2001

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allha SWT., Dialah yang telah menurunkan Al-Islam, sebagai petunjuk jalan bagi umat manusia menuju keselamatan dunia dan akhirat.

Shalawat dn salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW., Utusanya dan manusia pilihannya.

Berkat pertolongan dan hidayahnya makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun sebagai bahan mata kuliah dan diskusi tatap muka perkulihan sekaligus sebagai tugas terstruktur Kami.

Namun demikian, semoga kehadiran makalah ini membantu minat mahasiswa untuk membaca dan mengkajinya.

Penulis berharap agar para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang positif untuk kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini benar-benar bermanfaat, khususnya bagi penulis dan bagi para mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah Analisis dan Pengembangan Kurikulum.

Cirebon, September 2009

Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB

I

PENDAHULUAN

1

BAB

II

PEMBAHASAN

3

A

Peran dan Tugas Pendidik dan Tenaga Kependidikan.......

3

B

Hubungan antara Pendidik dan Tenaga Kependidikan......

4

BAB

III

PENUTUP

11

DAFTAR PUSTAKA